Wanita Inspiratif - Dalam dunia kerja, ada istilah "kutu loncat" untuk
merujuk pada orang-orang yang sering berganti-ganti pekerjaan dalam waktu
berdekatan. Apakah kita salah satunya?
Si kutu loncat mungkin sering mengajukan pertanyaan seperti
ini, "Bagaimana bisa mendapat pekerjaan yang disukai?" Fenomena kutu
loncat ini sebenarnya bisa dihindari jika pertanyaan tersebut diubah menjadi:
"Bagaimana kita bisa mencintai pekerjaan kita saat ini?" Inilah 4
langkah praktis untuk menjawab pertanyaan terakhir itu:
1. Sadari bahwa bukan pekerjaan kita
yang menentukan siapa kita, tapi bagaimana kita melaksanakan
pekerjaan itulah yang menentukan siapa diri kita. Pekerjaan apa pun bisa
diselesaikan dengan baik, dikerjakan dengan pengabdian atau kepedulian.
Perilaku kita di tempat kerja dan cara kita memperlakukan orang lain-perasaan
kita sekalipun-pasti terlihat jelas. Semua itu memberikan pengaruh besar bagi
rekan-rekan kerja kita. Ada kalanya kita tidak bisa mengendalikan situasi yang
terjadi, tapi kita selalu bisa memilih cara kita menjalani dan menghadapinya.
2. Berhenti berfokus pada gaji semata.
Jumlah gaji sebesar apa pun rasanya tak kan pernah cukup, jadi berhentilah
menjadikan gaji (atau ketidakpuasan akan nilai gaji yang diterima) sebagai
alasan. Apa pun yang kita terima pada tanggal 15 dan atau tanggal 30 setiap
bulannya, rasanya selalu kurang karena dalam diri akan muncul keinginan untuk
memenuhi ini-itu dan akibatnya kita berharap bisa mendapatkan gaji yang lebih
besar. Cobalah mengecek kembali setiap rupiah yang kita keluarkan dalam
seminggu. Dengan mengetahui pos pengeluaran uang kita akan sangat membantu kita
untuk memfokuskan pengeluaran terhadap hal-hal yang benar-benar kita butuhkan.
Mendapatkan gaji hanyalah bagian kecil dari apa yang kita kerjakan, kinerja
kita harus lebih dari sekadar nilai gaji yang tercukupi.
3. Temukan makna dari pekerjaan kita.
Untuk ini, mungkin kita perlu memikirkannya dengan baik, tapi hal ini tetap
bisa kita lakukan. Luangkan waktu sejenak untuk benar-benar memikirkan apa yang
sekarang kita kerjakan. Apakah kita memberikan layanan yang berarti? Apakah
kita harus memeriksa hasil produksi akhir? Apakah kita memberikan arahan agar segala
sesuatunya berjalan baik? Lalu, bertanyalah pada diri sendiri,"Bagaimana
tugas-tugas ini bisa terselesaikan dengan cara yang berbeda karena saya
mengerjakannya?" Sudut pandang seperti ini berperan besar dalam kepuasan
pribadi dan perasaan tenteram.
4. Cobalah bertanya pada diri sendiri
apakah pekerjaan ini layak. Jika kita tidak bisa menemukan
sesuatu yang kita sukai dari pekerjaan kita, atau jika kita bisa membayangkan
diri kita berubah menjadi seseorang yang awalnya tidak kita inginkan,
pertimbangkan alasan-alasannya.
Mungkin yang kita perlukan bukanlah pekerjaan
baru, tapi sekadar arahan baru. Apakah kita menyukai "orang yang sedang
kita mainkan perannya dalam pekerjaan ini"? Jika tidak, apakah ada
perubahan-perubahan yang bisa kita buat sehingga cara pelaksanaan pekerjaan ini
bisa sesuai dengan yang kita harapkan atau malah pekerjaannya itu sendiri yang
menjadi masalahnya? Apakah kita perlu berganti posisi yang berbeda dalam
perusahaan yang sama? Apakah tanggung jawab tambahan sangat jauh berbeda dari
deskripsi kerja kita di awal?Mungkin semua itu hanya perlu difokuskan kembali.
Mengevaluasi alasan kita melakukan pekerjaan kita sekarang
tidak serta-merta berarti kita merasa tidak puas, itu hanyalah sikap mawas
diri. Sikap ini bisa membuat kita merasakan kepuasan kerja yang lebih besar,
meningkatkan perasaan kenyamanan, dan sedikit lebih mengendalikan apa yang kita
kerjakan, alih-alih sekadar "mengalir seperti air sungai".***
Post A Comment:
0 comments: