Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan, kehilangan seorang yang
disayangi dapat meningkatkan risiko mengalami penyakit kardiovaskular
seperti serangan jantung atau stroke hingga dua kali lipat.
"Kami sering
menggunakan kata "patah hati" untuk menyebut sakit akibat kehilangan
seseorang. Studi ini memperlihatkan suatu kehilangan berefek langsung
pada kesehatan jantung," kata Dr. Sunil Shah, dosen St. George
University di London wakil penulis studi, seperti dilansir Medical
Daily.
Untuk keperluan
studi, Shah dan rekannya mengikutsertakan pasien-pasien yang berumur 60
tahun dan baru saja kehilangan pasangannya (karena meninggal). Mereka
lalu membandingkan tingkat efek samping penyakit kardiovaskular pada
kelompok ini dengan kelompok lain yang terdiri atas pasien yang
pasangannya tidak meninggal.
Hasil penelitian
menunjukkan, pasien yang kehilangan pasangannya selama kurang lebih
sebulan beresiko dua kali menderita serangan jantung atau stroke
dibandingkan mereka yang tidak. Menurut para peneliti, patah hati yang
fatal ini mungkin menimbulkan beberapa perubahan biologis yang
berhubungan dengan masalah emosional dan trauma.
"Ada
bukti dari studi lain, kalau suatu kehilangan dan kesedihan menyebabkan
berbagai respon negatif termasuk perubahan dalam proses pembekuan
darah, kadar hormon stres, dan kontrol detak jantung," ujar Shah. Ia
menambahkan, semua hal ini berkontribusi meningkatkan resiko serangan
jantung dan stroke setelah kehilangan pasangan.
Menurut para peneliti, penemuan ini juga memperlihatkan signifikansi klinis pada orang yang berusia lanjut.
Studi mengenai resiko
kesehatan yang tersembunyi pada usia tua ini adalah yang terbaru dalam
rangka mengidentifikasi faktor-faktor kematian di seluruh populasi kaum
berusia lanjut. Pada awal tahun ini, para peneliti dari University of
Chicago menunjukkan temuan bahwa perasaan kesepian dan kesendirian
akibat perpisahan dapat meningkatkan risiko kematian orang berusia
lanjut sebesar 14 persen. | ANT/BEN
Post A Comment:
0 comments: