Wanita Inspiratif - Seorang pria teman saya mengeluh. Katanya, ia punya seorang sahabat wanita yang sering men­jadi "keranjang sampah" un­tuk masalah-masalah yang ia hadapi. Mereka sering makan siang berdua, dan berbagi cerita mengenai apa saja. Ta­pi, beberapa bulan terakhir ini, sikap sahabat wanitanya ber­ubah 180 derajat.

Jangankan makan siang berdua seperti dulu, bertegur sapa pun ia tampak ogah. Kesimpulan te­man saya, perubahan sikap sahabatnya tersebut tampak­nya mulai timbul setelah si wa­nita menikah. "Masa cuma ga­ra-gara dia (suami si wanita) enggak mau kenal lagi sama gue sih?" seloroh teman saya setengah sewot.

Kesetiaan Membuta

Seringkali, bersikap seperti sahabat wanita teman saya ta­di dianggap sebagai sikap yang benar. Atas nama ke­setiaan. "Gerakan" menjauhi hubungan akrab dengan pria lain setelah menikah, jadi identik dengan sikap meng­hindari diri dari aktivitas selingkuh. Padahal, perilaku se­lingkuh dan perilaku berteman jelas berbeda jauh, yang se­ringkali hanya Anda sendiri yang tahu bedanya. Soalnya, perbedaan antara keduanya terletak pada perasaan yang dimiliki terhadap lawan jenis­nya. Pendeknya, selingkuh sedikitnya pasti mengandung unsur romantic love, atau has­rat tertentu terhadap "rekan selingkuhan".

Sementara, pertemanan biasa ya, benar-benar hanya berteman biasa saja, suatu bentuk interaksi sosial yang merupakan salah satu kebu­tuhan manusia - minimal dalam taraf psikologis - tanpa tendensi apa-apa. Dan, per­temanan yang sehat setelah pernikahan bisa dijadikan in­dikator keharmonisan perni­kahan Anda.

"Menjalin hu­bungan sosial yang memuas­kan merupakan salah satu in­dikasi perkawinan yang po­sitif," kata Miriam Arond dan Samuel Pauker dalam buku mereka The First Year of Mar­riage. Mereka, dan juga ba­nyak pakar masalah perka­winan lainnya, setuju pertemanan yang berjalan wajar menunjuk­kan hubungan pernikahan yang didasari oleh sikap saling percaya.

Kiat Berteman Sehat

Walau begitu, jangan terlalu berharap pasangan Anda bi­sa menerima begitu saja hu­bungan baik Anda dengan pria lain. Apalagi jika si pria tersebut berstatus "mantan pacar". Anda sendiri mungkin akan sewot kalau suami Anda ber-haha-hihi di telepon de­ngan mantan pacarnya, se­mentara Anda duduk tepat di sampingnya. Karena itu, Arond dan Pauker menyaran­kan beberapa tips berikut da­lam buku mereka:

Jika suami Anda bisa dan bersedia, ajak dia ketika Anda berencana jalan bareng de­ngan teman-teman atau saha­bat. Dengan begitu, paling ti­dak sang suami bisa mengenal teman pria atau "mantan" Anda dengan lebih baik.

Jika tidak memungkinkan, al­ternatif lainnya adalah dengan benar-benar memisahkan ke­hidupan pertemanan Anda dengan kehidupan rumah tangga Anda. Tapi, bukan ber­arti berteman secara sem­bunyi-sembunyi. Pasangan Anda kemungkinan besar tak akan keberatan kalau Anda bercerita tentang makan siang dengan sahabat lama Anda, atau teman kantor. Tapi, jangan kemudian jadi terlalu sering bercerita tentang teman pria Anda. Dan, jangan sekali-kali membanding-ban­dingkan teman pria atau "man­tan" dengan suami, dalam hal apapun.
Jika suami benar-benar ke­beratan Anda berhubungan dengan mantan pacar atau sahabat pria Anda, ya lupa­kan saja pertemanan dengan­nya. Logikanya begini: apa­kah mengobrol satu jam setiap minggu sekali dengan mantan pacar Anda sepadan dengan ketidak-harmonisan hubungan Anda dan suami yang timbul karenanya?

Berkomunikasilah. Percaka­pan mesra yang sering dila­kukan dengan pasangan bisa meredakan semua kecembu­ruannya, jika ada.
Axact

Wanita Inspiratif

Terimakasih telah mengunjungi blog ini, semoga bermanfaat dan bisa berbagi

Post A Comment:

0 comments: